Tuesday, March 26, 2013

[Review] Brazil (1985)


Brazil (1985)
 Drama | Fantasy | Sci-Fi
Directed by Terry Gilliam
Starring:  Jonathan Pryce, Kim Greist, Robert De Niro and Michael Palin


Kehidupan manusia semakin lama akan semakin bergantung pd teknologi yg kian canggih, Terry Gilliam menggambarkan keadaan tersebut dgn sangat apik  lewat filmnya di thn 1985 berjudul Brazil, sebuah film sci-fi dan fantasy dgn gaya unik dalam sebuah dunia distopia yg kelam, Brazil menceritakan tentang seorang pria bernama Sam Lowry (Jonathan Pryce) yg bekerja utk pemerintahan di departemen pencatatan, Sam sering bermimpi hidup di dunia yg penuh kebebasan dimana ia bisa terbang dan bertemu wanita idamannya,  ia sendiri hidup dlm dunia yg semua serba diatur dan dpt dimonitor oleh pemerintah, secara tdk sengaja sistem milik pemerintah salah mengeluarkan nama belakang seorang teroris yg seharusnya Tuttle menjadi Buttle, akibat salah tangkap dan berujung pd kematian, Sam kemudian ditugaskan utk menyelesaikan kasus ini, ia bertemu dgn Harry Tuttle (Robert de Niro) yg bekerja sbg tukang servis, Ia pun berkenalan dgn Jill Layton (Kim Greist), gadis idaman dlm mimpinya yg ternyata jg merupakan saksi dr penangkapan Mr. Buttle, situasi menjadi kacau saat Sam malah dituduh menjadi otak dr serangkaian pemboman serta aksi teroris lainnya.  



Tidak banyak film bergenre sci-fi yg kisahnya dipenuhi humor satir layaknya Brazil, mulai dr birokrasi yg rumit, akar terorisme, sampai tren operasi plastik semuanya dibuat menjadi ironi yg terasa getir lewat film ini. Mungkin yg membuat Brazil menjadi unik dan mudah diingat adalah  gaya desain retro-futuristis yg terlihat jelas di film ini, Visualisasi dunia di masa depan dibuat menjadi terlihat berbeda oleh Gilliam, ia seperti membayangkan bagaimana keadaan dunia di thn 1980an dr sudut pandang sineas film di thn 40an, gaya film ini kelak menjadi inspirasi beberapa artis dan penulis dr sub-kultur Steampunk. Unsur surealisme juga sangat mempengaruhi kisah film ini, dimana dlm mimpinya Sam bisa terbang dan melawan samurai raksasa utk menolong gadis impiannya selayaknya kisah dongeng fantasi. Penampilan komikal dr para pemeran film ini terasa pas dgn nuansa black comedy yg tersaji, apalagi dgn kemunculan Robert De Niro yg tidak biasa  meski kehadirannya hanya sedikit saja disini. 



Terry Gilliam adalah salah satu dr sekian banyak sutradara hebat dunia yg seringkali tdk mendapatkan sorotan yg pantas ia dapatkan, kebanyakan film yg telah ia hasilkan bukanlah makanan empuk box-office atau mimpi menyenangkan para produser Hollywood, anggota Monty Phyton ini pantas disebut sbg cult directors dimana karya-karyanya merupakan sebuah perjalanan visual yg luar biasa apik, penggambaran tentang dunia yg penuh imajinasi namun tetap dgn sentuhan humanis. Terry Gilliam juga dikenal sbg seorang sutradara yg perfeksionis dan tdk suka apabila idenya diganggu gugat, bahkan ketika film Brazil dirilis, ia sempat marah trhdp studio dimana ia bekerja (Universal) & berjanji tdk akan bekerjasama dgn studio itu lg, alasannya adalah studio tsb mengedit ulang filmnya secara frontal, menjadikan filmnya lebih ringan lengkap dgn happy ending. Namun tetap saja di mata para pecinta sinema  the original Gilliam’s Version adalah yg terbaik dan hingga sekarang pun Brazil selalu masuk daftar film sci-fi terbaik yg pernah ada. Saya pribadi mengangap film ini sebagai sebuah masterpiece yg layak disejajarkan dgn Blade Runner yg juga dirilis di era yg sama.



Trivia:

-Terry Gilliam menyatakan kalau film Brazil terinspirasi dr novel 1984 karya George Orwell meskipun ia sendiri mengakui belum membaca bukunya.

-Proses pembuatan film ini sangat menguras tenaga dan pikiran Gilliam, bahkan ia sampai stress hingga tdk bisa menggerakan kakinya.

-Terry Gilliam terkadang menyebut kalau film ini merupakan seri kedua dr “Trilogy of Imagination” yg dimulai dr Time Bandits (1981) dan diakhiri dgn The Adventures of Baron Muncahusen (1989)
 

Thursday, March 14, 2013

[Review] Saturday Night Fever (1977)

Saturday Night Fever (1977)
Drama | Music  
Directed by John Badham
Starring: John Travolta, Karen Lynn Gorney, Barry Miller

Setiap generasi pasti selalu diwarnai dgn budaya yg populer di zamannya, di era 70-an sendiri musik disko dan joget bergaya John Travolta menjadi sangat terkenal lewat film Saturday Night Fever (1977), film ini menggambarkan sebuah kehidupan yg dijalani sekelompok anak muda yg mencari hiburan di malam minggu utk berjoget dan minum2 di sebuah diskotik, karakter utamanya adalah Tony Manero (John Travolta) pemuda 19 thn yg berpenampilan keren dan tinggal di Brooklyn, kehidupannya cukup keras dimana ia bekerja di sebuah toko cat dan keluarganya sendiri lebih menyayangi kakaknya sehingga Tony kadang sering bertengkar dgn orangtuanya. Setiap malam minggu Tony bersama dgn sahabatnya Joey (Joseph Cali), Double J (Paul Pape) dan Bobby (Barry Miller) pergi ke sebuah diskotik bernama 2001 Odyssey, selain menghabiskan waktu utk bersenang-senang selepas bekerja senin-jumat, disana Tony juga memamerkan keahliannya berjoget di lantai dansa hingga ia nampak sperti raja disko yg membuat kagum teman-temannya dan seluruh pengunjung diskotik, Tony terpikat dgn seorang wanita yg jago berdansa bernama Stephanie (Karen Lynn Gorney), melihat hal tersebut ia berusaha mendekati Stephanie utk mengajaknya menjadi partner di kontes dansa namun ternyata Stephanie yg berusia lebih tua darinya bersikap acuh dan mengangapnya sepele, Tony pun berusaha bersikap lebih dewasa dan membuktikan kpd keluarganya bahwa ia memang pantas utk dibanggakan.


Feel the city breakin' and ev'rybody shakin' and we're stayin' alive, stayin' alive..mulai dr adegan awalnya saja film Saturday Night Fever sudah menyajikan musik yg mengajak penonton utk bergoyang, tidak dapat disangkal bahwa film ini memberikan pengaruh yg sangat kuat, dari mempopulerkan nama John Travolta sbg aktor sampai menaikan pamor musik disko itu sendiri, setiap lagu yg dinyayikan oleh grup Bee Gees di film ini pun menjadi hits yg mendunia, sebut saja lagu How Deep is Your Love, Stayin Alive, sampai Night Fever yg semuanya terasa berkesan hingga sekarang. Dari film ini kita juga bisa melihat sebuah potret kehidupan anak muda di era 70-an yg benar2 menikmati kegiatan mereka dgn berjoget di lantai dansa, mungkin jika dilihat di masa sekarang musik disko dan fashion yg populer di era tsb akan terlihat cheesy namun disitulah letak daya tarik film yg disutradarai oleh John Badham ini, penampilan John Travolta memang sangat keren dan berciri khas, mulai dr style berpakaian hingga gaya rambutnya, yg paling menonjol dr seorang John Travolta disini adalah kemampuannya dalam berjoget disko yg terlihat bak seorang penari profesional, dlm film Pulp Fiction (1994) John Travolta kembali memamerkan keahliannya tersebut. Selain tentang cinta dan persahabatan Saturday Night Fever juga tak bisa dilepaskan dr realitas budaya urban di Amerika itu sendiri, Tony Manero merupakan wujud dr pemberontakan kaum muda yg berjuang utk membuktikan eksistensi dirinya, memang Saturday Night Fever akan selalu teringat bukan dari segi ceritanya melainkan berkat penampilan yg memikat dr John Travolta, apalagi dgn diiringi musik dr Bee Gees yg seperti terdengar abadi, pasti anda pun akan dibuat bergoyang dgn menonton film ini.


TRIVIA:
- Judul awal film ini adalah Tribal Rights of Saturday Night, lalu dipendekan menjadi Saturday Night karena kisahnya ketika Tony bermalam minggu dgn teman-temannya. Tapi ketika Bee Gees menyodorkan lagu Night Fever judulnya menjadi Saturday Night Fever karena dianggap lebih menjiwai filmnya.
- Kesuksesan film ini diikuti sekuelnya, Staying Alive (1983) yg disutradarai Sylvester Stallone. Secara finansial Staying Alive terbilang sukses namun banyak penonton dan kritikus yg mengangap film pertamanya jauh lebih superior.