Saturday, February 23, 2013

[Review] The Master (2012)


The Master (2012)
 Drama
Directed by Paul Thomas Anderson
Starring: Joaquin Phoenix, Phillip Seymour Hoffman and Amy Adams

Pada awalnya mungkin banyak yg menyangka film terbaru dr Paul Thomas Anderson (yg sangat ditunggu-tunggu) ini berkaitan dgn Scientology, apalagi sering disebut bahwa karakter sang Master di film ini merujuk kpd Ron Hubbard yg notabene adalah pendirinya, semua spekulasi itu akhirnya terjawab dan The Master memang bukanlah film tentang Scientology – namun ini tetap sebuah film drama yg bisa memicu perdebatan lewat kisahnya itu sendiri. Freddie Quell (Joaquin Phoenix) adalah seorang veteran US Navy yg pemabuk dan menderita trauma yg biasa dialami oleh para prajurit setelah perang, ia juga sempat bekerja sbg fotografer dan petani namun justru selalu membuat masalah hingga keluar dr kedua pekerjaan tsb, terlihat putus asa dlm menemukan tujuan hidupnya Freddie tak sengaja memasuki sebuah kapal pesiar di San Fransisco, disana ia bertemu dgn Lancaster Dodd (Phillip Seymour Hoffman) yg biasa disebut Master; seorang pemimpin sebuah cult (penulis, dokter dan fisikawan nuklir) yg menjalankan sebuah program self-help bernama “The Cause” , Freddie yg sering meracik minuman alkohol yg diolahnya sendiri ini tertarik dgn figur karismatik Dodd, sang Master ternyata menyukai minuman racikan dr Freddie dan mengajaknya utk mengikuti perjalanannya dlm menjalankan metode terapi. Dikenal sangat setia terhadap sang Master, Freddie yg juga menjadi pasien terapi yg dilakukan Dodd ternyata masih memiliki sisi liar dalam dirinya. Istri Dodd, Peggy (Amy Adams) dan anak mereka Elizabeth (Ambyr Childers) yg awalnya menerima kehadiran Freddie mulai merasa bahwa pria tersebut berbahaya utk kelompok mereka. 

 

Setelah lama dinantikan karya terbarunya, Paul Thomas Anderson (PTA) akhirnya membuktikan bahwa dirinya masih pantas disebut sbg salah satu filmmaker terbaik masa kini, lewat The Master film keenam-nya yg menimbulkan kontroversi ini PTA masih mengeluarkan kemampuan terbaiknya dlm menulis & menyutradarai dgn gaya sinematik yg terbilang istimewa. Ia seperti ingin mengajak penonton dan penggemarnya utk bernostalgia sambil berusaha mengembalikan jatidiri sinema Amerika yg sudah mulai terlihat luntur, film ini terasa seperti dr era yg berbeda lewat aroma klasiknya, tidak hanya sekedar setting-nya saja (1950-an) namun juga mulai dr Scoring (Johnny Greenwood yg kembali berkolaborasi dan kali ini trdpat lagu2 bernuansa oldies), desain produksi yg berkelas hingga camerawork yg menangkap gambar2 indah dgn penuh perhitungan dan dikomposisikan sedemikian rupa. Dari semua aspek hal yg paling terlihat menonjol adalah akting pemainnya terutama 2 bintang utamanya Joaquin Phoenix dan Phillip Seymour Hoffman, penampilan Phoenix yg kuat sangat terasa, ia seperti menjiwai karakter Freddie yg labil dan tidak mudah ditebak, raut wajah dan fisiknya sudah menggambarkan bahwa Freddie memang pria yg tak bisa mengendalikan emosinya sendiri, bahkan di sebuah adegan yg saya anggap paling mengejutkan dan mengesankan dr film ini, Phoenix mengamuk sampai menghancurkan toilet dan menabrak jeruji sel seperti binatang liar saat dimasukkan ke dlm sel bersebelahan dgn Dodd. Di sisi lain Phillip Seymour Hoffman yg sdh bermain 5 kali dgn sang sutradara juga tampil dlm performa terbaiknya, disini ia lebih terlihat bijaksana, tenang, penuh percaya diri dan selayaknya seorang Master yg bisa mengendalikan keadaan setiap saat, kemampuan akting yg memukau dr mereka berdua seolah saling melengkapi dlm film ini hingga patut diapresiasi dan dikenang.



Harus diakui film ini tdk mudah utk dinikmati begitu saja, bila dibandingkan karya2 PTA sebelumnya (Boogie Nights, Magnolia, TWBB) The Master seperti menyimpan misteri yg menantang penonton utk memikirkan apa yg baru saja disaksikannya. Dr segi storytelling film ini memang terlihat kurang memuaskan, terutama saat memasuki bagian akhir dimana peristiwa yg muncul terasa mengalir tanpa konflik yg berarti. PTA nampak fokus dgn dinamika antara karakter Freddie dgn Dodd yg seperti layaknya anak dan ayah atau murid dgn gurunya, hubungan mereka terlihat intim dan saling membutuhkan seperti mengulang film PTA sebelumnya (Dirk Diggler dgn sang sutradara di Boogie Nights). The Master sesungguhnya merupakan cerita Freddie Quell; sosok yg kehilangan arah dan menemukan seseorang yg bisa membantu utk mengatasi masalahnya dlm diri Dodd, sesi terapi yg memunculkan ingatan2 di masa lalunya (berpisah dgn gadis idamannya Doris) ternyata memiliki efek yg cukup melegakan bagi dirinya, di beberapa adegan Freddie terlihat seperti orang yg terobsesi dgn sex dan kemungkinan perilaku inilah yg terus berlanjut, mirip dgn Alex di A Clockwork Orange (Kubrick, 1971) yg “kembali” menjadi dirinya sendiri, PTA sendiri pernah membuat karakter yg penuh kompleksitas & menarik dlm diri Daniel Plainview (There Will Be Blood) dan kali ini ia melakukannya kembali. Overall meski film ini bisa dianggap bukanlah masterpiece dr seorang PTA namun tetap harus diakui bahwa The Master merupakan sebuah classical filmmaking yg luar biasa di era sinema modern. 

 
TRIVIA:
- Paul Thomas Anderson banyak mengambil inspirasi dari dokumenter pemerintahan John Huston tahun 1945, Let There Be Light yang mengeksplorasi trauma dan depresi yg diderita tentara setelah perang
- Untuk pertama kalinya PTA tidak bekerjasama dgn sinematografer setianya Robert Elswit, ia digantikan oleh Mihai Malamaire Jr.yg pernah terlibat dlm film2nya Francis Ford Coppola
- The Master disyut dalam film 65mm, film pertama yg menggunakanya setelah Hamlet buatan Kenneth Branagh di thn 1996
 

Friday, February 15, 2013

[Review] Silver Linings Playbook (2012)


Silver Linings Playbook (2012)
Comedy | Drama | Romance  
Directed by David O. Russel
Starring: Bradley Cooper, Jennifer Lawrence, Robert De Niro and Jackie Weaver

Apa jadinya bila dua orang dengan gangguan mental berusaha utk mengenal karakter masing2 dan berharap dapat saling menolong masalah yg mereka hadapi? Mungkin itulah kira-kira gambaran besar film Silver Linings Playbook, drama romantic comedy terbaru dr David O Russel dimana konflik keluarga, masalah mental dan hubungan percintaan bisa menyatu dlm kisahnya. Pat Solitano Jr. (Bradley Cooper) adalah seorang guru SMA yg baru saja keluar dr pusat rehabilitasi mental, ia dtahan akibat memukuli pria yg berselingkuh dgn istrinya Nikki,  setelah Pat keluar ia tinggal kembali bersama kedua orangtuanya Pat Sr (Robert De Niro) dan Dolores (Jackie Weaver), Pat didiagnosa menderita bipolar disorder yg membuat emosinya tidak stabil, ia bahkan bisa menjadi agresif  jika mendengar lagu pernikahannya sendiri, kondisi ini juga yg membuat Pat kurang dpt bersosialisasi dgn baik terutama dgn ayahnya yg bersikap kompulsif. Pat berusaha ingin merubah sifatnya menjadi lebih baik agar hidupnya kembali normal, selain itu ia masih mencintai istrinya dan ingin rujuk kembali namun ternyata hal ini sulit dilakukannya seorang diri, keadaan mulai berubah saat Pat bertemu dgn Tiffany (Jennifer Lawrence) adik ipar dr sahabatnya yg juga seorang janda muda, Tiffany sendiri adalah sosok perempuan yg temperamental dan “nakal” setelah kematian suaminya, meski awalnya Pat merasa terganggu dgn sifat2 Tiffany namun justru ketidakcocokan inilah yg membuat mereka dapat mengenal satu sama lain.


Diluar dugaan saya sebelumnya ternyata Silver Linings Playbook adalah sebuah film yg menarik  dan berkesan, meski plotnya terlihat sederhana film ini dapat menampilkan sebuah gambaran cerdas akan kontradiksi dan kompleksitas emosi manusia. Dengan gaya khasnya David O. Russel (Three Kings, The Fighters) menyutradarai film yg diadaptasi dr novel ini dengan mengumpulkan cast yg solid untuk tiap karakternya, Bradley Cooper memberikan penampilan terbaiknya sbg Pat yg memiliki gangguan mental dan depresi, intensitasnya terlihat kuat di sepanjang film ini, Robert De Niro pun kembali ke performa terbaiknya sbg sosok ayah yg bermasalah, namun yg  paling mencuri perhatian saya disini adalah Jennifer Lawrence; bintang muda The Hunger Games ini terlihat bersinar dgn kemampuan aktingnya yg  semakin matang, perubahan emosi yg ia tampilkan sbg seorang perempuan nakal dgn jiwa labil  terbilang mengagumkan, bahkan di salah satu adegan dimana Tiffany dan Pat sedang makan malam di sebuah restoran, dgn tak terduga Jennifer bisa mengeluarkan sifat meledak-ledaknya di hadapan semua orang. Saya rasa dari semua aktor/aktris yg bermain disini Jennifer Lawrence  yg sangat berpotensi mendapat penghargaan di ajang Oscar tahun ini.


Keseimbangan yg pas mungkin adalah salah satu faktor mengapa Silver Linings Playbook  bisa mendapatkan banyak nominasi Oscar kali ini, David O. Russel selama ini memang dikenal sbg sutradara yg keras dan disiplin dalam mengarahkan kru dan pemainnya, tak jarang ia terlibat konflik seperti dgn George Clooney di film Three Kings. Untuk film terbarunya ini David dengan handal mengkombinasikan semua unsur drama dan komedi dalam kisahnya menjadi sebuah sajian yg menarik, karakter2 yg vulnerable pun dibuat saling melengkapi sehingga terlihat kompak, momen feel good yg nampak di bagian akhir kisahnya seolah memang ingin menyenangkan semua penonton, sebuah alasan yg tepat mengingat selama ini film romcom ala Hollywood dibuat dgn gaya yg serupa namun untuk film ini sendiri menjadi tidak terkesan klise. Layaknya kata Excelsior yg sering diucapkan oleh sang protagonis, Silver Lining Playbook memiliki energi positif yg membuat film ini menjadi lebih nikmat utk ditonton oleh siapapun.